Namanya Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Depok
***
Awas! Islam Nusantara Mengembalikan kepada Kemusyrikan
Ada sorotan tajam dari kalangan kyai NU di Jawa Tengah mengenai Islam Nusantara, di antaranya diberitakan sebaga berikut.
Putra ulama terkenal KH Maemoen Zubair, KH Najih Maemoen (Gus Najih) mengkritik keras Islam Nusantara.
Gus Najih membuat makalah berjudul “Islam Nusantara dan Konspirasi Liberal”. “Islam Nusantara hadir untuk mensinkronkan Islam dengan budaya dan kultur Indonesia. Ada doktrin sesat di balik lahirnya wacana Islam Nusantara,” ungkap Gus Najih. (Posted on Okt 10th, 2015 by nahimunkar.com).
Meski Sudah dikritik banyak orang, namun Islam Nusantara bukannya disurutkan, justru diusung dan diberi lapak untuk jualan apa yang dikhawatirkan sebagai mengembalikan kepada kemusyrikan itu.
Inilah beritanya.
***
Pemerintah Sediakan Anggaran 22 M Bangun Kampus Universitas Islam Internasional di Depok
Hidayatullah.com—Sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 57 Tahun 2016 tentang Pendirian Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), pemeriantah akan membangun kampus universitas tersebut di Cimanggis, Depok, Jabar, dengan luas lahan sekitar 142 hektar. Diharapkan, pada tahun 2018, kampus UIII tersebut sudah beroperasi dan berjalan dengan baik.
“Tanah aset negara yang dimiliki oleh Radio Republik Indonesia (RRI) tersebut, dinilai ideal dan strategis karena relatif dekat dengan Jakarta dan adanya akses jalan tol menuju lokasi,” kata Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla saat memimpin rapat yang membahas tentang pendirian UIII di kantor Wakil Presiden, Merdeka Utara, Kamis, (21/07/2016), dikutip laman setkab*
Rep: Ahmad
Editor: Cholis Akbar/hidayatullah.com/Sabtu, 23 Juli 2016
***
Islam Nusantara Digodok dalam Draft Pendirian Universitas Islam Internasional Indonesia
Jakarta, NU Online
Perwakilan dari Lima Kementerian bersama utusan Sekretariat Negara, Kantor Kepresidenan, dan Sekretariat Wapres menggodok draft rancangan Peraturan Presiden tentang pendirian Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII). Kelima kementerian itu adalah Kementerian Agama, Keuangan, Hukum dan HAM, PAN dan RB, serta Ristek dan Dikti.
Dalam Penggodokan Draft dan Rapat Koordinasi Harmonisasi Rancangan Perpres mengenai pendirian UIII tersebut, ada 6 pasal yang digodok dan diharmonisasikan, antara lain terkait pendirian UIII sebagai sebuah universitas khusus program Pascasarjana (S2 dan S3) yang didirikan untuk menyelenggarakan program pendidikan tinggi ilmu Agama Islam ala Indonesia (Islam Nusantara) yang terkemuka di dunia.
Seperti dilansir kemenag.go.id, mereka melakukan pembahasan draft Rancangan Perpres di Gedung Kemenag, Jakarta, Jumat (10/6) malam. Pembahasan Draft Rancangan Perpres pendirian UIII ini dipandu oleh Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana didampingi Sekjen Kemenag Nur Syam dan Dirjen Pendis Kamaruddin Amin.
Langkah ini merupakan tindaklanjut dari pertemuan dua hari sebelumnya (Rabu, 08/06) di Istana Wapres yang dipimpin langsung Wapres Jusuf Kalla dan diikuti 5 menteri beserta para pejabat eselon I terkait.
Dalam kesempatan tersebut, digodok secara serius hal ikhwal mengenai UIII, baik status, tujuan strategis pendirian dan lain sebagainya. Banyak harapan yang mencuat dalam proses diskusi, antara lain UIII diharapkan mampu menjadi penyelenggara pendidikan akademik, sekaligus pendidikan vokasi dalam berbagai rumpun ilmu pengerahuan dan teknologi, bahkan, pendidikan profesi.
UIII juga diharapkan menjadi salah satu pusat peradaban Islam Nusantara khas Indonesia yang berkarakter plural, terbuka, dan toleran. Selain itu, UIII diharapkan dapat mempengaruhi dan memberi inspirasi bagi proses konsolidasi bangsa dan demokrasi serta menjadi basis budaya dan peradaban di Indonesia. Dengan demikian, UIII dapat berperan aktif ambil bagian dalam Peradaban Islam dan dunia, untuk tata dunia yang damai, ramah, demokratis dan berkeadilan. (Red: Fathoni)/ http://www.nu.or.id/Sabtu, 11 Juni 2016
***
Menag Lukman “Jualan” Islam Nusantara di Jerman dengan Para Dedengkot Syiah, Liberal, Kristen, dan Pendukung Lia Eden
by nahimunkar.com, Okt 13th, 2015
Islam Nusantara merupakan model ajaran Islam yang tepat. Tidak mengklaim hanya agama sendiri yang benar.
Ungkapan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin itu diunggah di Fb Kementerian Agama RI yang memuat berita dari Pinmas hari ini.
Dijelaskan, Seminar tentang “Pluralism, Fundamentalism and Media” di Frankfurt Book Fair (FBF) ini menghadirkan beberapa nara sumber, antara lain: Frans Magnis Suseno, Susane Schrõter, Haidar Bagir, dan Ulil Abshar Abdalla. Tidak kurang dari 80 orang partisipan ikut dalam kegiatan ini, termasuk dari Indonesia seperti Dubes RI untuk Jerman, Fauzi Bowo, Dawam Rahardjo, Slamet Rahardjo, Luthfy Syaukani.
Tampaknya sosok-sosok yang hadir di samping Menag Lukman itu adalah para pentolan syiah, liberal, dan kristen, bahkan ada pendukung Ahmadiyah yang juga mendukung Lia Eden yaitu Dawam Rahardjo.
Demi “jualan” Islam Nusantara, dengan ucapannya itu Menag Lukman rela menghantam Umat Islam Indonesia maupun di dunia sejak zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai kini. Pasalnya, Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam justru yang menegaskan, hanya Islam lah agama yang benar. Selain Islam maka sesat, tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan masuk neraka.
Landasannya Firman Allah Ta’ala dan Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya:
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (85)
“Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali Imran:85).
Yang disebut dengan agama Islam setelah diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adalah agama yang beliau bawa, bukan agama yang lain.
Sebagaimana termasuk dari kaidah dasar aqidah Islamiyah adalah meyakini bahwa Nabi Muhammad diutus kepada segenap umat manusia. Allah I berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ (28)
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (Saba’: 28)
Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala:
قُلْ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا
“Katakanlah: ‘Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua’.” (Al-A’raf: 58)
Diantara kaidah dasar agama Islam adalah wajib meyakini kekufuran orang-orang yang menolak memeluk Islam dari kalangan Yahudi, Nasrani maupun yang lainnya. Wajib menamai mereka kafir, meyakini bahwa mereka adalah musuh Allah, rasulNya dan kaum mukminin serta meyakini bahwa mereka adalah penduduk Neraka, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:
لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَة ُ(1)
“Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata.” (Al-Bayyinah: 1)
Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ (6)
“Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke naar Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (Al-Bayyinah:6)
Dan yang tersebut dalam ayat-ayat lainnya.
Dalam Kitab Shahih Muslim ada riwayat yang shahih dari Nabi saw:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ * . (رواه مسلم).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, tidaklah seseorang dari Ummat ini yang mendengar (agama)ku, baik dia itu seorang Yahudi maupun Nasrani, kemudian dia mati dan belum beriman dengan apa (Islam) yang aku diutus dengannya, kecuali dia termasuk penghuni neraka.” (Hadits Riwayat Muslim bab Wujubul iimaan birisaalati nabiyyinaa saw ilaa jamii’in naasi wa naskhul milal bimillatihi, wajibnya beriman kepada risalah nabi kita saw bagi seluruh manusia dan penghapusan agama-agama dengan agama beliau).
Telah diriwayatkan secara shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau sangat marah ketika melihat Umar bin Khatthab t memegang lembaran yang di dalamnya terdapat beberapa potongan ayat Taurat, beliau berkata:
{ أَفِي شَكٍّ أَنْتَ يَا ابْنَ الْخَطَّابِ ؟ أَلَمِ آتِ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً ؟ لَوْ كَانَ مُوسَى أَخِي حَيًّا مَا وَسِعَهُ إلاَّ اتِّبَاعِي } .
“Apakah engkau masih ragu wahai Ibnul Khatthab? Bukankah aku telah membawa agama yang putih bersih? Sekiranya saudaraku Musa alaihis salam. hidup sekarang ini maka tidak ada keluasan baginya kecuali mengikuti syariatku.” (HR. Ahmad, Ad-Darimi dan lainnya).
Oleh karena itu pula barangsiapa tidak mengkafirkan Yahudi dan Nasrani maka dia kafir. Sebagai konsekuensi kaidah syariat:
“Barangsiapa tidak mengkafirkan orang kafir maka ia kafir”
Adapun dialog, perdebatan ataupun pertemuan dengan mereka hanya untuk mentolelir keinginan mereka, melempangkan misi mereka, mengurai simpul Islam dan mencabut akar keimanan maka hal itu adalah batil, tidak dikehendaki Allah, rasulNya dan kaum mukminin.. Dan Allah sajalah yang dimohon pertolonganNya terhadap apa yang mereka bicarakan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ
“Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.” (Al-Maidah: 49)
(Dipetik dari sebagian fatwa فتاوى اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء – (ج 12 / ص 351)
الفتوى رقم ( 19402 )
Mengenai Menag Lukman “jualan” Islam Nusantara di Jerman, inilah beritanya dari Kementerian Agama RI.
***
Kementerian Agama RI
Menag Suarakan Islam Nusantara di Frankfurt
Frankfrut (Pinmas) —- Islam Nusantara merupakan model ajaran Islam yang tepat diterapkan pada sebuah bangsa yang majemuk. Islam Nusantara adalah ajaran Islam yang menekankan pada prinsip-prinsip ajaran yang moderat (wasatiyah), inklusif, toleran (saling menghormati), tidak mengklaim hanya agama sendiri yang benar, bersatu dalam keragaman (Bhineka Tunggal Ika/”Unity in Diversity”), berdasarkan pada UUD 1945, dan ideologi Pancasila dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, ternyata berhasil mempertahankan keutuhan bangsa Indonesia yang sangat majemuk.
Demikian pesan yang disampaikan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat didaulat sebagai keynote speech pada seminar yang mengambil tema “Pluralism, Fundamentalism and Media”. Seminar ini merupakan salah satu rangkaian program Frankfurt Book Fair (FBF) yang bertemakan “17.000 islands of Imagination”. Seminar ini diselenggarakan di antaranya bertujuan untuk menjelaskan kepada masyarakat internasional ikhwal apa, mengapa, dan bagaimana wacana pluralisme, fundamentalisme dan radikalisme yang sesungguhnya. Menurut panitia, seminar juga bertujuan menggambarkan dan menjelaskan isu Islamophobia sebagai problem yang dihadapi dunia muslim, terutama pada beberapa dasa warsa terakhir.
Menurut Menag, Islam Nusantara berkontribusi sangat signifikan dalam pengelolaan bangsa Indonesia yang sangat majemuk yang berpenduduk lebih dari 250 juta, yang dihuni oleh 700-an suku bangsa, 500-an bahasa, ribuan tradisi budaya, dan 6 agama serta ratusan kepercayaan lokal. Islam Nusantara mampu memosisikan diri sebagai kekuatan agama yang mengintegrasikan dan mempertahankan keutuhan bangsa Indonesia dalam bingkai NKRI.
Dalam makalah yang bertajuk “Pluralism, Radicalism, and Islamophobia”, Menteri Agama menggaris-bawahi beberapa hal penting, antara lain terkait isu pluralisme, radikalisme, dan Islamophobia yang dikaitkan dengan peran media. Menurut Menag, penggunaan ketiga istilah tersebut, diperlukan tingkat pemahaman, kecermatan dan kehati-hatian yang relatif tinggi. Hal ini karena, secara konseptual, istilah pluralisme maupun radikalisme memiliki banyak makna, sehingga kekurang-pahaman dan ketidak-cermatan dalam penggunaan kedua istilah tersebut bisa menimbulkan salah tafsir yang mengundang perdebatan dan bahkan bisa menjadi faktor “pemicu” terjadinya konflik dan merusak tatanan kehidupan umat beragama dan keamanan bangsa.
Memaknai dan menyikapi “Islamophobia” sebagai wacana sosio-politik dan sosio-doktrinal, kata Menag juga hendaknya dilakukan dengan hati-hati. Sebab, pemaknaan yang keliru akan berpotensial menimbulkan kerugian terhadap ummat Islam (dunia muslim) khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya. Karena bagaimana pun—terlepas dari benar-tidaknya, atau tepat-tidaknya—kebencian, opini negatif, citra buruk yang terbangun terhadap Islam—sebagai dampak stigmatisasi Islamophobist akan berdampak pada terjadinya situasi konfliktual yang berbahaya terhadap tatanan kehidupan masyarakat dunia umumnya.
Oleh karena itulah, lanjut Menag, dibutuhkan kearifan dan pemahaman komprehensif yang didasarkan pada fakta obyektif tentang isu Islamophobia menjadi sebuah keniscayaan masyarakat dunia secara keseluruhan, dalam upaya mencipta keamanan global, memperkuat budaya damai, dan merajut kesejahteraan dalam kehidupan umat kini dan mendatang. Menag berharap forum seminar ini mampu mendudukkan persoalan-persoalan tersebut secara baik, proporsional, obyektif, dan bermanfaat bagi kita semua.
Dalam kesempatan dialog, Menteri Agama menawarkan Islam Nusantara sebagai model ber-Islam “rahmatan lil ‘alamin”. Menurut Menag, Islam Nusantara yang dikembangkan oleh Walisongo bisa dijadikan sebagai perekat tata hubungan antar manusia apa pun latar belakangnya. Islam Nusantara juga bisa menjembatani dialog antara lokalitas dengan globalitas, konservatif dan progresif.
Seminar tentang “Pluralism, Fundamentalism and Media” ini menghadirkan beberapa nara sumber, antara lain: Frans Magnis Suseno, Susane Schrõter, Haidar Bagir, dan Ulil Abshar Abdalla. Tidak kurang dari 80 orang partisipan ikut dalam kegiatan ini, termasuk dari Indonesia seperti Dubes RI untuk Jerman, Fauzi Bowo, Dawam Rahardjo, Slamet Rahardjo, Luthfy Syaukani. (cfy/mkd/mkd)
bersama Oemie An-Nazr
Sumber: facebook.com /Unggah Seluler ·
***
Awas! Islam Nusantara Mengembalikan kepada Kemusyrikan
by nahimunkar.com, Okt 10th, 2015
Ada sorotan tajam dari kalangan kyai NU di Jawa Tengah mengenai Islam Nusantara, di antaranya diberitakan sebaga berikut.
Putra ulama terkenal KH Maemoen Zubair, KH Najih Maemoen (Gus Najih) mengkritik keras Islam Nusantara.
Gus Najih membuat makalah berjudul “Islam Nusantara dan Konspirasi Liberal”. “Islam Nusantara hadir untuk mensinkronkan Islam dengan budaya dan kultur Indonesia. Ada doktrin sesat di balik lahirnya wacana Islam Nusantara,” ungkap Gus Najih.
Kata pria ini, dengan Islam Nusantara mereka mengajak umat untuk mengakui dan menerima berbagai budaya sekalipun budaya tersebut kufur, seperti doa bersama antar agama, pernikahan beda agama, menjaga Gereja, merayakan Imlek, Natalan dan seterusnya.
Menurut Gus Najih, para pengusung Islam Nusantara juga ingin menghidupkan kembali budaya-budaya kaum abangan seperti nyekar, ruwatan, sesajen, blangkonan, sedekah laut dan sedekah bumi (yang dahulu bernama nyadran).
“Dalam anggapan mereka, Islam di Indonesia adalah agama pendatang yang harus patuh dan tunduk terhadap budaya-budaya Nusantara. Tujuannya agar umat Islam di Indonesia terkesan ramah, tidak lagi fanatik dengan ke-Islamannya, luntur ghiroh islamiyahnya,” jelas Gus Najih.
Gus Najih menegaskan, ada misi “Pluralisme Agama” di balik istilah Islam Nusantara, di samping juga ada tujuan politik (baca; partai) tertentu, yang jelas munculnya ide tersebut telah menimbulkan konflik, pendangkalan akidah serta menambah perpecahan di tengah-tengah umat.
Demikian berita yang dilansir suaranasional.com, 09/10/2015.
Demikian berita yang dilansir suaranasional.com, 09/10/2015.
Mengembalikan kepada kemusyrikan.
Dalam berita itu disebutkan, Menurut Gus Najih, para pengusung Islam Nusantara juga ingin menghidupkan kembali budaya-budaya kaum abangan seperti nyekar, ruwatan, sesajen, blangkonan, sedekah laut dan sedekah bumi.
Ritual bukan dari Islam yang namanya ruwatan, sesajen, sedekah laut dan sedekah bumi itu bukan sekadar budaya, namun mengandung keyakinan yang kaitannya minta perlindungan (dari aneka bala’ bencana, celaka, sial dan nasib-nasib buruk lainnya) kepada selain Allah Ta’ala.
Padahal, dalam Islam telah ditegaskan,
وَإِن يَمۡسَسۡكَ ٱللَّهُ بِضُرّٖ فَلَا كَاشِفَ لَهُۥٓ إِلَّا هُوَۖ وَإِن يُرِدۡكَ بِخَيۡرٖ فَلَا رَآدَّ لِفَضۡلِهِۦۚ يُصِيبُ بِهِۦ مَن يَشَآءُ مِنۡ عِبَادِهِۦۚ وَهُوَ ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ ١٠٧ [سورة يونس,١٠٧]
Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [Yunus : 107]
Ketika orang meminta perlindungan kepada selain Allah untuk dientaskan atau dicegah dari bencana dan sebagainya, padahal yang mampu dan yang berhak mengentasnya dan mencegahnya itu hanya Allah Ta’ala, maka berarti orang itu telah membuat tandingan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itulah kemusyrikan besar (syirik akbar), dosa paling besar yang tidak diampuni oleh Allah Ta’ala bila sampai meninggal tidak bertaubat, dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam, segala amal kebaikannya hapus, dan tempatnya di neraka kekal.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” [Al-An’am: 88]
Juga firman Allah Ta’ala,
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ
“Jika kamu mempersekutukan Allah, niscaya akan terhapuslah amalanmu.” [Az-Zumar: 65]
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun.” [Al-Maidah: 72]
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang kafir dari ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) dan orang-orang musyrik (akan masuk) neraka jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka adalah seburuk-buruk makhluq.” [Al-Bayyinah: 6]
Ritual yang dilakukannya berupa ruwatan, sesajen/ sesaji, sedekah bumi, larung laut dan sebagainya itu juga merupakan peribadahan kemusyrikan untuk selain Allah. Itu sangat bertentangan dengan sifat pribadi Muslim yang shalatnya, sembelihannya (nusuk), hidupnya, dan matinya hanya untuk Allah Rabbul ‘alamiin.
قُلۡ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٦٢ لَا شَرِيكَ لَهُۥۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرۡتُ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ ١٦٣ [سورة الأنعام,١٦٢-١٦٣]
Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” [Al An’am,162-163]
Mengembalikan kepada kemusyrikan
Ketika Islam Nusantara justru mengembalikan umat Islam kepada acara-acara ruwatan dan semacamnya itu brarti hanyalah mngembalikan kepada kemusyrikan. Padahal, mengembalikan umat Islam kepada kemusyrikan itu dosanya lebih besar dibanding membunuh jiwa. Karena Allah ta’ala telah berfirman:
وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ [البقرة/191]
dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan. (QS Al-Baqarah: 191)
وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ [البقرة/217]
Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. (QS Al-Baqarah: 217).
Arti fitnah dalam ayat ini adalah pemusyrikan, yaitu mengembalikan orang mu’min kepada kemusyrikan. Itu dijelaskan oleh Imam At-Thabari dalam tafsirnya:
عن مجاهد في قول الله:”والفتنة أشدُّ من القتل” قال: ارتداد المؤمن إلى الوَثن أشدُّ عليه من القتل. –تفسير الطبري – (ج 3 / ص 565)
Dari Mujahid mengenai firman Allah وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ ia berkata: mengembalikan (memurtadkan) orang mu’min kepada berhala itu lebih besar bahayanya atasnya daripada pembunuhan. (Tafsir At-Thabari juz 3 halaman 565).
Setelah terdeteksi arah dari Islam Nusantara itu menghidupkan kembali ritual-ritual ruwatan, sesajen, sedekah bumi, larung laut dan sebagainya yang itu semua merupakan upacara kemusyrikan yang dapat mengeluarkan Umat Islam dari Islamnya, maka betapa bahayanya Islam Nusantara itu. Maka wajib ditolak sekuat-kuatnya, agar jangan sampai Umat Islam ini dijerumuskan ke kemusyrikan yang mengakibatkan kekal di neraka.
Semoga Allah Ta’ala melindungi Umat Islam dari para durjana aqidah yang menjual agamanya dan menyeret manusia kepada kemusyrikan dengan berbagai cara.
(nahimunkar.com)
Post A Comment:
0 comments:
tes