PALESTINE : Hanya berselang sehari setelah Donald Trump mengumumkan Amerika Serikat mengakui kota Yerusalem, Al-Quds Al-Sharif sebagai ibu kota Israel. Pemimpin Hamas segera berseru. “Kita harus menyerukan dan melakukan intifadah dalam menghadapi musuh Zionis!” Keesokan harinya, Hamas mendeklarasikan hari dimulainya aksi perlawanan terhadap pendudukan Yahudi Israel. Seruan intifadah juga muncul dari Fatah, faksi besar lainnya yang mendominasi wilayah Tepi Barat.

Reaksi itu tentu tak main-main, mengingat pengakuan Amerika Serikat terhadap Al-Quds sepenuhnya menjadi milik penjajah Israel. Meski akhirnya kalimat itu muncul dari mulutnya, Trump dengan lantang mengatakan bahwa pengakuan itu sebenarnya telah menjadi janji besar presiden-presiden Amerika sebelumnya. “Mereka gagal mewujudkannya. Hari ini, saya mewujudkannya.”

Amerika Serikat jelas-jelas makin memperkuat posisi penjajahan yang dilakukan Israel, dengan mengabaikan beragam resolusi PBB tentang Al-Quds dan Palestina. Dia bergeming dengan suara puluhan pemimpin negara Islam, yang segera mengeluarkan berderet kalimat kecaman. Gelombang aksi keprihatinan dan penolakan masyarakat masih terus bergulung dari berbagai belahan dunia.

Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Istanbul, Turki pada 13 Desember 2017 jadi terkesan serius dengan menghasilkan deklarasi Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina. Meski faktanya, konferensi ini merupakan sebuah langkah jalan di tempat, jika tak bisa disebut sebagai sebuah kemunduran fatal. Adakah ironi yang lebih besar dari yang dilakukan OKI saat ini, sebagai sebuah organisasi yang dibentuk menanggapi penyerangan Masjid Al-Aqsa di Al-Quds dan selalu mendengung-dengungkan kemerdekaan Palestina sepanjang hayatnya.

Tak mudah membayangkan perubahan signifikan yang akan terjadi setelah terbitnya deklarasi itu. Bukan tanpa alasan, mengingat dalam KTT-KTT sebelumnya deklarasi hanya terkesan lip service, tanpa ada implementasi nyata dari negara-negara OKI yang menyepakatinya.

Sebelumnya, Jakarta Declaration yang dicetuskan saat KTT Luar Biasa OKI di Jakarta menyerukan boikot produk-produk Israel. Di Indonesia sendiri sudah ada penyangkalan-penyangkalan dari pemengang otoritas terkait boikot itu, selum sampai aksi boikot masif dilakukan. Lebih-lebih, solusi dua negara (two state nation) makin bergaung dalam forum itu, yang artinya merelakan dan mengakui penjajah Israel yang mencaplok mayoritas tanah rakyat Palestina dan bumi pusaka umat Islam sebagai sebuah negara. Ketika disimak dengan seksama, forum kala itu justeru hanya jadi sarana meredam ketegangan Arab Saudi dan Iran yang bergesekan keras di Suriah.

Di dalam negeri, rakyat Palestina tak terlalu menghiraukan panggung-panggung internasional yang membicarakan mereka. Rakyat Palestina lebih tahu apa yang semestinya dilakukan untuk menyelamatkan Al-Quds, juga Palestina umumnya. Setelah ada seruan intifadah, yang mereka lakukan hanya satu, melawan. Melawan dengan apa pun dan dilakukan oleh siapapun, dari kalangan apa pun. Ketika Hamas langsung merespon dengan lontaran roket ke Israel, bocah-bocah Palestina melemparkan batu-batu dari tangan mereka.

Lantas, adakah bentuk dukungan nyata kepada Palestina selain dengan mendukung perlawanan rakyat Palestina melawan penjajahan zionis Israel? Melawan sudah menjadi jalan bagi rakyat Palestina, karena “Palestina merdeka dan Israel lenyap, atau sebaliknya” telah tertanam dalam prinsip mereka. Blokade Israel harus ditembus, dukungan material harus digelontorkan kepada rakyat Palaestina. Jakarta Declaration salah satunya mengamanatkan kontribusi finansial, “Menyegarkan kembali kontribusi finansial untuk Al-Quds Fund dan Waqf. Menyerukan semua Muslim untuk menyumbang satu dolar untuk ini”.

Mendukung rakyat Palestina berarti juga menentang pihak-pihak yang berada di barisan Amerika Serikat dan penjajah Israel. Bagi sebuah negara, penghentian hubungan diplomatik adalah bentuk keberpihakan yang nyata bagi Palestina. Boikot massal produk penjajah Israel dan pendukungnya tentu sebuah aksi riil dibanding kecaman-kecaman angin-anginan.

Karena perlawanan adalah jalan bagi rakyat Palestina. Jalan yang telah diserukan oleh pendahulu mereka. Syaikh Ahmad Yasin menyerukan, “Perlawanan ini tidak terbatas. Karena musuh kita (Israel) menyerang dengan segala bentuk senjata tank, pesawat tempur, helikopter, roket, dan lainnya. Maka sekarang mengapa kita harus tunduk untuk membatasi cara kita melawan? Tanah Palestina adalah wakaf milik umat Islam. Tak ada seorang pun yang boleh membiarkan tanah ini lepas walaupun hanya sejengkal!”
Axact

CYBER TAUHID

Blog ini dibuat untuk mengcounter propaganda musuh musuh Islam dari dalam maupun dari luar, bagi antum yang peduli silakan sebarkan artikel yang ada di blog ini. In Shaa Alloh kami dapatkan berita dari sumber yang terpercaya.NO HOAX

Post A Comment:

0 comments:

tes