Sejalan dengan peringatan 3 tahun revolusi 25 Januari di Mesir, Al Jazeera merilis sebuah analisa khusus dalam mengkaji konflik yang terjadi di Mesir selama tiga tahun terakhir.

Semenjak lengsernya Presiden Husni Mubarak pada 11 Februari 2011 yang telah memimpin Mesir selama 30 tahun, gonjang ganjing perpolitikan dan keamanan di Mesir semakin santer.  Masih terekam dalam memori, revolusi tiga tahun lalu sukses dan melahirkan kebebasan dalam bingkai demokrasi. Namun kebebasan itu dihancurkan oleh pihak kudeta baik dari segi politik maupun sosial. Hal ini merupakan bagian dari kejahatan kudeta militer yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan, Abdul Fattah As Sisi.

Dari semua proses yang telah terjadi, perjalanan revolusi Mesir terbagi ke dalam 6 fase:

Fase pertama: Dari awal suksesnya revolusi sampai kudeta militer.
Selama fase tersebut dapat dilihat beberapa banyak temuan kasus yang disaksikan pada tahun 2011 sampai 2012. Proses ini berakhir dengan pelengseran Mursi dengan cara kudeta militer pada 3 Juli 2012.

Fase kedua: Pasca kudeta.
Pada fase ini telah terjadi banyak kekacauan politik dan instabilitas keamanan. Hal ini terjadi karena campur tangan militer ke dalam ranah kekuasaan negara. Berawal dari pembentukan pemerintahan kudeta yang waktu itu ditolak oleh rakyat sipil. Penolakan tersebut disampaikan dalam bentuk demonstrasi damai di dua tempat, Maidan Rab'ah dan Maidan Nahdhah. Begitu juga dengan demonstrasi setelahnya. Fase ini berakhir saat referendum konstitusi baru hasil racikan Panitia 50 atas mandat pemerintah kudeta.

Fase ketiga: Pelengseran Mursi antara Revolusi dan Kudeta
Perbedaaan pandangan ini berhubungan dengan kasus-kasus yang terjadi sebelumnya. Dalam hal ini Mesir terpecah kepada 4 kelompok utama :
1. Pembela revolusi 25 Januari
2. Pihak yang mengambil keuntungan dan Kristen Koptik
3. Ikhwanul Muslimin
4. Militer

Tentang capaian revolusi 25 januari. Apa yang masih tersisa?

Fase keempat: Pembicaraan Tentang Kudeta.
Ketika bukti-bukti kudeta terus menjadi wacana publik, militer membentuk pemerintahan sipil serta perangkat-perangkat lainnya agar pelengseran Mursi disebut sebagai revolusi, bukan kudeta.

Skenario Yang Sama

Indikasinya cukup jelas. Pemerintahan kudeta menyusun skenario yang sama dengan skenario 25 Januari. Mereka juga membentuk alternatif serupa (minimal dalam formatnya) yaitu ketika muncul tuntutan pihak pendukung kudeta (penentang Mursi) berkumpul di Tahrir Square untuk demonstrasi menuntut pemakzulan Mursi, militer telah menyiapkan alternatif yang sama yaitu akan mengabulkan tuntutan demonstran sebagaimana pada 25 Januari. Padahal di saat yang sama juga ada demo yang tidak kalah besarnya dibandingkan di Tahrir yaitu di Rab'ah dan Nahdhah. Namun dengan mengatasnamakan kehendak rakyat As Sisi mengumumkan pelengseran Mursi lalu menyebutnya dengan istilah "Revolusi 30 Juni".

Diantara poin-poin penting pada fase ini adalah, istilah revolusi 30 Juni menggantikan 25 Januari dan pelengseran (makzul) menggantikan penggulingan (makhlu'), UU militer menggantikan UU ikhwan dan Gerakan 30 Juni sebagai ganti Gerakan 25 Januari.

Lantas apa lagi yang masih tersisa dari revolusi 25 Januari?

Fase kelima: Tentang pihak kudeta yang mengambil keuntungan dari revolusi rakyat.
Hal itu dapat dilihat dari begitu cepatnya pembubaran dan penghapusan segala sesuatu yang telah disusun setelah penggulingan Mubarak. Penghapusan itu dimulai dari pembubaran DPR yang kemudian disusul dengan pembubaran MPR lalu kemudian berakhir dengan pelengseran presiden pertama yang dipilih secara demokratis.  Terakhir pengumuman UU darurat yang memegang prinsip praduga bersalah (Qanun Thowariq)

Fase keenam: Khusus untuk fase terakhir ini formatnya seperti "Skenario Alternatif Masa Depan". Ada beberapa kemungkinan/alternatif yang akan terjadi jika konflik Mesir tidak segera berakhir,
Pertama: Persamaan hak politik. Militer akan memberikan hak yang sama kepada seluruh elemen untuk ikut dalam politik.
Kedua: Kudeta gagal.
ketiga: Suksesnya kudeta kemudian melanjutkan pemetaan rancangan nasional.
Keempat: Mesir terjerumus ke dalam jurang kekerasan bahkan perang saudara.

Kemungkinan-kemungkinan yang susah ditebak merupakan bagian dari sisa revolusi 25 Januari. Hal itu karena Mesir belum bisa lepas dari pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari konflik dalam negeri mereka.

Melirik skenario terakhir (menurut sebuah pusat studi Timur Tengah di Yordania) mengatakan, jika peningkatan praktik represif terhadap demonstran damai terus dilakukan maka hal tersebut merupakan indikasi kembalinya Mesir menjadi negara represif yang merupakan simbol utama rezim Mubarak.

Sumber: Sinaionline/Al Jazeera
Axact

CYBER TAUHID

Blog ini dibuat untuk mengcounter propaganda musuh musuh Islam dari dalam maupun dari luar, bagi antum yang peduli silakan sebarkan artikel yang ada di blog ini. In Shaa Alloh kami dapatkan berita dari sumber yang terpercaya.NO HOAX

Post A Comment:

0 comments:

tes