Aparat penegak hukum di Indonesia bersikap mendua alias menerapkan standar ganda. Saat menangani kasus suap PTUN Medan, pihak KPK melalui wakil ketua Adnan Pandu Pradja membuat statement yang berlawanan dengan prinsip presumption of innocence atau asas praduga tak bersalah. Ketika itu Pandu mengatakan kecil kemungkinan Gubernur (Gatot Pudjo Nugroho) tidak terlibat.
“Kecil kemungkinan tidak terlibat. Sejauh mana keterlibatannya? Sedang didalami penyidik,” kata Pandu ketika dihubungi, Ahad (12/7).
Pernyataan yang seperti vonis ini tidak seharusnya keluar dari aparat penegak hukum seperti KPK. Apalagi saat itu kasus belum lagi masuk tahap penyidikan sehingga apa yang dilontarkan Pandu hanyalah asumsi. Pernyataan seperti ini juga mendahului proses penyidikan yang baru saja dimulai.
Pengamat politik Islam Nuim Hidayat yang dihubungi terpisah menyatakan apa yang dikatakan pimpinan KPK akan menjadi tekanan kepada penyidik.
“Penyidik akan berpikir Gatot harus jadi tersangka dan itulah yang kemudian benar-benar terjadi. Publik sudah tahu apa akhir dari proses penyidikan, bahkan sebelum penyidikan itu sendiri dimulai.” Demikian Nuim.
Perlakuan berbeda dialami Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Meskipun masyarakat sudah sangat yakin adanya keterlibatan Ahok dalam kasus UPS dan Bus rongsok Transjakarta namun baik Polri, Kejaksaan maupun KPK tidak kunjung memeriksa Ahok. Bahkan KPK seperti tutup mata atas laporan masyarakat terkait dua kasus tersebut. Padahal dua kasus ini potensi kerugian negaranya tidak main-main, mencapai triliunan rupiah.
Bareskrim Polri pada Rabu (29/07) memang akhirnya memeriksa Ahok sebagai saksi kasus UPS, tetapi setelah pemeriksaan tidak ada info apapun yang disampaikan Kabareskrim Budi Waseso kepada publik.
Jangankan Polri mengumbar keyakinan bahwa Ahok akan segera jadi tersangka sebagaimana Adnan Pandu soal Gubernur Sumut, usai pemeriksaan Ahok justru dengan kepercayaan diri yang berlebih menantang DPRD DKI untuk tidak banyak berkomentar mengenai kasus UPS.
Kepercayaan diri Ahok tidak mengherankan. Awal Mei lalu saat kasus UPS baru mencuat, Budi Waseso diketahui diam-diam menemui Ahok di Balaikota. Pertemuan keduanya sempat luput dari pantauan media. Usai pertemuan Budi Waseso keluar dari pintu belakang dan langsung masuk ke mobil yang sudah disiapkan.
Ahok yang dicecar wartawan berkilah Kabareskrim datang untuk meminjam gedung aset Pemda DKI sekaligus meminta ijin pemeriksaan beberapa pejabat di lingkungan Pemda DKI terkait kasus UPS.
Pertanyaan yang perlu dicuatkan adalah apakah perlu dan etis Bareskrim meminta ijin Gubernur untuk memeriksa suatu kasus yang melibatkan bawahan gubernur dan sangat mungkin melibatkan sang gubernur?
Direktur Eksekutif Indonesian for Transparency and Acountability (Infra), Agus A. Chairuddin menilai pemeriksaan Basuki Tjahja Purnama alias Ahok oleh Bareskrim Mabes Polri merupakan upaya mengalihkan perhatian publik.
“Ahok diperiksa saat Kabareskrim (Budi Waseso) banyak didesak mundur atau dicopot karena sikapi kasus Hakim Sarpin. Tiba-tiba Bareskrim alihkan opini publik dengan cara memanggil Ahok sebagai saksi untuk kasus UPS yang sebelumnya sempat alami ‘deadlock’,” ujar Agus dalam keterangannya kepada redaksi tadi malam (Minggu, 2/7).
Dia menduga ada upaya pengalihan opini publik dan pencitraan yang kuat di balik pemeriksaan tersebut.
Jika Bareskrim benar-benar berintegritas dalam pemberantasan korupsi UPS, sebut Agus Chairuddin, maka penanganannya haruslah mengacu pada UU No.9 tahun 2007, PP No. 58 tahun 2005 dan Perpres No. 74 tahun 2013 tentang Pengadaan Barang Jasa di Pemerintahan, serta PMK No. 34 tahun 2012 dan PP No.16 tahun 2010.
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, penanggungjawab dan penguasa APBD adalah Ahok selaku gubernur sehingga keterangannya sangatlah berguna. Namun kenyatanya, penetapan tersangka proyek UPS yang dibiayai APBD tidak diawali dengan pemeriksaan Ahok.
“Dengan sudah ditetapkannya tersangka dalam kasus UPS lalu diperiksanya Pimpinan DPRD “HL”, ini terjadi lompatan hukum diluar kaidah peraturan hukum yang berlaku,” ujarnya.
Barangkali harus rakyat yang menetapkan Ahok sebagai tersangka sekaligus menyeretnya ke penjara.
Penulis: Mas Azzam/sharia.co.id
Post A Comment:
0 comments:
tes