Kebanyakan orang lebih mengenal istilah poligami daripada poliandri. Poligami adalah praktik pernikahan yang melibatkan satu orang pria dengan lebih dari satu orang wanita. Sebaliknya, pernikahan poliandri melibatkan satu orang wanita dengan lebih dari satu orang pria.

Di era modern seperti sekarang ini, pandangan tentang menikah dengan lebih dari satu orang pasangan dianggap sebagai hal yang tidak biasa. Meski begitu, ternyata masih ada juga lho yang melakukan praktik Poliandri ini. Berikut ini diantaranya:

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIB6i7UVtWr8OgB40sakM9pDtIxrNL0y4mSxg6RyEJ_SLCZn2dhMxbXLIQ3GT0-W7hZHEfk3K1W5q7AcXFUk_3up8tt6uvZTG48XF89OjaQjphQhbUtyWYdX9GtMOb63yjICppp-YmCHw/s1600/poliandri.png


1. Orang-orang Maasai

Suku Maasai adalah kelompok etnis Nilotic yang tinggal di selatan Kenya dan utara Tanzania. Pemerintah Tanzania dan Kenya berusaha mendorong orang-orang Maasai untuk meninggalkan gaya hidup semi berpindah-pindah tempat yang mereka lakukan, tapi mereka tetap melakukan budaya turun temurun mereka ini, termasuk untuk urusan pernikahan.


Secara tradisional, orang-orang Maasai menganut poligini, yaitu ketika menikah dengan beberapa wanita sekaligus. Hal ini merupakan cara untuk tetap bertahan hidup karena tingginya tingkat kematian bayi dan para tentara suku ini. Meski begitu, mereka juga melakukan praktik poliandri. Dalam praktiknya, wanita Maasai tidak hanya menikah dengan suaminya saja, tapi juga dengan semua pria yang seusia dengannya.

Para pria diharapkan meminjamkan tempat tidurnya untuk tamu yang berkunjung yang ingin berhubungan badan dengan istrinya. Meski begitu, wanita bisa memutuskan apakah ia mau atau tidak berhubungan badan dengan pria yang berkunjung tersebut. Anak yang terlahir dari hubungan tersebut akan menjadi anak dari si suami. Mereka juga mengenal perceraian yang disebut dengan ‘Kitala’. Perceraian ini biasanya terjadi karena perlakuan yang tidak baik kepada sang istri.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxBvTu9jfjUsHM70eq7rJ48CKtNxmnLXVHdQwOc5KW_SlddWbIM70CNhGksigfT6963tcdKZx6X7TkgL-zqUZqz0Lq7dNov66JhLxPCSQgrTG-ruCqJENpMhzzenkCLsQ-Wz_94F9eJCE/s1600/Himalaya.jpg


2. Poliandri di Himalaya

Sebuah perkampungan di Upper Dolpa, Himalaya juga masih menjalankan praktik poliandri. Pernikahan poliandri di daerah ini dilakukan agar harta atau tanah keluarga tidak terbagi ke beberapa anggota keluarga karena kebanyakan orang di kawasan tersebut memang merupakan penduduk miskin. Karena itu seorang wanita akan menikah dengan seorang pria beserta saudara laki-laki si pria. Dengan begitu, harta dan tanah keluarga tidak perlu dipecah atau dibagi ke beberapa saudara.

Salah satu pelaku poliandri ini adalah Tashi Sangmo yang saat menikah baru berusia 17 tahun. Ketika ia menikah dengan suaminya, Mingmar Lama, pria tersebut masih berusia 14 tahun dan kedua belah pihak sepakat bahwa adik Mingmar Lama juga akan menikah dengan Tashi Sangmo. Dalam rumah tangga mereka, lahir tiga anak laki-laki.

Pernikahan di kawasan ini biasanya diatur oleh keluarga. Keluarga akan memilih istri untuk anak lelaki tertua dan nantinya adik-adik si pria juga akan menikahi perempuan yang sama di kemudian hari. Bahkan tidak jarang si istri akan membantu merawat adik-adik suaminya yang masih kecil yang juga merupakan calon suaminya juga. Namun hubungan seksual baru dilakukan ketika para lelaki tersebut sudah dianggap cukup umur.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbbte_EP6NtIQkuPNVzdZp6XH2JOopSSIHfpnkJ03lEQZCotbvNOokH3OuuhBAhUJGGlKnFczQF39iMczTXpHZvOadujgQ4MGlrUNXL3OZ3KQ7md4xe-8CdgZYVosYjg9A1-tqFQX6Lasm/s1600/-peremuan-bersuami-lima-.jpg

3. Poliandri di India

Di India, poliandri biasanya dilakukan karena terpengaruh tradisi Hindu kuno yang diduga muncul dari kisah Mahabharata. Dalam kisah ini, Drupadi, putri Raja Pancha menikah dengan Pandawa yang merupakan lima bersaudara. Sama seperti di Himalaya, praktik ini juga dilakukan di India agar kekayaan keluarga tidak terpencar. Meski begitu, di era modern, tinggal sedikit saja orang di India yang masih melakukan pernikahan poliandri.

Seorang wanita di India, Rajo Verma memiliki 5 orang suami dan tinggal bersama dalam sebuah rumah sederhana di desa Dehradun, India Utara. Tradisi desa tersebut mengharuskan seorang wanita menikah dengan semua saudara laki-laki suaminya. Meski ganjil, Rajo mengaku bahwa ia mencintai kelima suaminya. Ia juga merasa merasa mendapat perhatian yang lebih banyak dibandingkan para istri pada umumnya yang memiliki satu suami saja.

Rajo menikah saat berusia 18 tahun dengan Guddu sesuai tradisi Hindu. Setelah itu, barulah ia menikah dengan saudara Guddu yang lain yaitu Baiju, Sant Ram, Gopal dan Dinesh.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNYNfMhv-kDW2N92y44gGO_KsJ83iBwYJzgh2o6wM8U8G84IREi3n_ABzpkWXtTkaEaJigko7_k-fHa9Z45r2L1G5mU0VkD78UM5zZDFPTuH0YcGc42ymAfBjJiWqhCK3DmYTE7EKOf-nW/s1600/berbagi+istri.jpg




4. Poliandri di Tibet

Komunitas Nymba di Tibet juga melakukan poliandri sama seperti yang terjadi di India. Di sini, seorang wanita menikah dengan seorang pria beserta para saudaranya. Biasanya, pernikahan diatur oleh para orang tua dan seringkali ketika mereka masih sangat muda. Saudara tertua adalah sosok dominan dalam rumah tangga, meski begitu para saudaranya tetap harus berbagi pekerjaan sama rata serta memiliki hak untuk berhubungan seksual dengan istri berbagi mereka. Sang istri juga harus memperlakukan para suaminya secara adil.


Semua anak-anak yang terlahir juga harus diperlakukan dengan sama dan seorang ayah tidak boleh pilih kasih meskipun ia tahu yang mana anak biologisnya karena status paternal biologis tidak dianggap penting. Sama halnya dangan sang anak, mereka juga menganggap semua pamannya sebagai ayah dan memperlakukan mereka semua dengan sama meskipun ia tahu siapa ayah biologisnya.

Tidak ada kecemburuan meskipun harus berbagai istri. Hal ini karena bagi mereka, jika salah seorang suami merasa cemburu, yang perlu ia lakukan hanya pergi meninggalkan istri dan menikahi orang lain. Bagi masyarakat Tibet, poliandri adalah cara untuk menjaga keluarga tetap bersatu terhadap kehidupan yang keras. Dengan adanya banyak laki-laki, masa kuat rumah tangga juga akan menjadi lebih kuat.

Meskipun bagi sebagian besar orang praktik ini dianggap tabu atau tidak wajar, banyak juga yang memandang praktik ini sebagai usaha menjaga keberlangsungan hidup. Selain pertimbangan masalah ekonomi, ada juga faktor keamanan untuk para perempuan sehingga masih ada yang menjaga mereka setelah satu orang suami telah meninggal.

DALIL POLIANDRI MENURUT ISLAM


 Belakangan ini selain kasus Poligami ,mulai marak pula kasus Poliandri. Seorang istri yang menikah lagi dengan lelaki lain atas ataupun tanpa persetujuan suami pertamanya.Istri yang tidak puas dengan masalah ekonomi dalam rumah tangganya atau istri yang kurang dapat perhatian dari suami pertamanya kemudian menikah lagi dengan lelaki lain baik secara syah mauppun secara siri.

Apa sih Poliandri itu? Poliandri adalah pernikahan seorang perempuan dengan lebih dari satu suami (Lihat : http://en.wikipedia.org/wiki/Polygyny).
Hukum poliandri adalah haram berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah.

Dalil Al-Qur`an, adalah firman Allah SWT :

“dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki.” (QS An-Nisaa` [4] : 24)

Ayat di atas yang berbunyi “wal muhshanaat min al-nisaa` illa maa malakat aymaanukum” menunjukkan bahwa salah satu kategori wanita yang haram dinikahi oleh laki-laki, adalah wanita yang sudah bersuami, yang dalam ayat di atas disebut al-muhshanaat.

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani berkata dalam an-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam (Beirut : Darul Ummah, 2003) hal. 119 : “Diharamkan menikahi wanita-wanita yang bersuami. Allah menamakan mereka dengan al-muhshanaat karena mereka menjaga [ahshana] farji-farji (kemaluan) mereka dengan menikah.”

Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Imam Syafi’i yang menyatakan bahwa kata muhshanaat yang dimaksud dalam ayat tersebut bukanlah bermakna wanita merdeka (al-haraa`ir), tetapi wanita yang bersuami (dzawaatul azwaaj) (Al-Umm, Juz V/134).

Imam Syafi’i menafsirkan ayat di atas lebih jauh dengan mengatakan :

“Wanita-wanita yang bersuami –baik wanita merdeka atau budak— diharamkan atas selain suami-suami mereka, hingga suami-suami mereka berpisah dengan mereka karena kematian, cerai, atau fasakh nikah, kecuali as-sabaayaa (yaitu budak-budak perempuan yang dimiliki karena perang, yang suaminya tidak ikut tertawan bersamanya)… (bi-anna dzawaat al-azwaaj min al-ahraar wa al-imaa` muharramaatun ‘ala ghairi azwaajihinna hatta yufaariquhunna azwajuhunna bi-mautin aw furqati thalaaqin, aw faskhi nikahin illa as-sabaayaa…) (Imam Syafi’i, Ahkamul Qur`an, Beirut : Darul Kutub al-‘Ilmiyah, 1985, Juz I/184).

Jelaslah bahwa wanita yang bersuami, haram dinikahi oleh laki-laki lain. Dengan kata lain, ayat di atas merupakan dalil al-Qur`an atas haramnya poliandri.

Adapun dalil As-Sunnah, bahwa Nabi SAW telah bersabda :

“Siapa saja wanita yang dinikahkan oleh dua orang wali, maka [pernikahan yang sah] wanita itu adalah bagi [wali] yang pertama dari keduanya.” (ayyumaa `mra`atin zawwajahaa waliyaani fa-hiya lil al-awwali minhumaa) (HR Ahmad, dan dinilai hasan oleh Tirmidzi) (Imam Asy-Syaukani, Nailul Authar, hadits no. 2185; Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, Juz III/123).

Hadits di atas secara manthuq (tersurat) menunjukkan bahwa jika dua orang wali menikahkan seorang wanita dengan dua orang laki-laki secara berurutan, maka yang dianggap sah adalah akad nikah yang dilakukan oleh wali yang pertama (Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, Juz III/123).

Berdasarkan dalalatul iqtidha`1), hadits tersebut juga menunjukkan bahwa tidaklah sah pernikahan seorang wanita kecuali dengan satu orang suami saja.

Makna (dalalah) ini –yakni tidak sahnya pernikahan seorang wanita kecuali dengan satu suami saja – merupakan makna yang dituntut (iqtidha`) dari manthuq hadits, agar makna manthuq itu benar secara syara’. Maka kami katakan bahwa dalalatul iqtidha` hadits di atas menunjukkan haramnya poliandri.

Dengan demikian, jelaslah bahwa poliandri haram hukumnya atas wanita muslimah berdasarkan dalil-dalil al-Qur`an dan As-Sunnah yang telah kami sebutkan di atas. Wallahu a’lam [ ] konsultasi wordpress.com

Perlu kita ketahui bahwa Islam melarang seorang wanita untuk menikahi lebih dari satu pria bukan semata-mata untuk melindungi anak keturunan manusia namun ada banyak hikmah dibalik itu. Hikmah itu diketahui oleh sebagian orang tapi banyak juga yang belum mengetahuinya. Oleh karena itu meskipun memang bisa diketahui siapa bapak dari anak yang dilahirkan melalui pengujian DNA tetap saja hal itu tidak merubah hukum yang ada karena beberapa sebab.

Jika seorang wanita sibuk untuk mengurusi lebih dari seorang suami maka suami yang manakah yang harus ia taati mengingat setiap manusia memiliki perbedaan sifat dan karakter? Misalkan salah seorang suami ingin bepergian dan suami yang lainnya ingin tetap tinggal di rumah lalu misalkan salah seorang suami ingin berhubungan intim dengan istrinya pada jam-jam tertentu sedangkan suami lainnya juga 'pas' ingin berhubungan intim pada waktu yang sama. Atau salah seorang suami suka dengan makanan yang panas sedangkan suaminya yang lain suka dengan makanan yang dingin dan begitu pun dengan masalah-masalah lainnya.

Bisakah kita hidup dengan situasi yang seperti disebutkan diatas? Sebagai tambahan sang istri harus memenuhi kewajibannya kepada suami-suaminya baik itu untuk berhubungan intim ataupun yang lainnya. Jika kita perkirakan dari beberapa suami itu menginginkan sesuatu yang sama (berhubungan badan) dari istrinya bagaimana mungkin sang istri dapat memenuhinya?

Jika si istri dihamili oleh salah seorang suaminya dan lalu suaminya yang lain berhubungan intim dengan dia maka suaminya yang lain itu telah melakukan perbuatan yang haram dimana Nabi Muhammad sallallaahu `alayhi wa sallam ( may Allaah exalt his mention ) memperingatkan: "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia menyirami dengan airnya ladang orang lain." (HR Abu Daud dan at- Tirmidzy)

Dan satu lagi tambahan bahwa jika seorang wanita memiliki lebih dari satu suami maka akan tidak aman dari penyebaran penyakit seperti AIDS dan penyakit-penyakit lainnya.

Sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui mana yang terbaik.

Sumber: Islamweb.net

Sebagai seorang muslimah yang baik.. jauhkanlah diri kita dari hal hal yang diharamkan oleh agama.Semoga kita termasuk dalam golongan istri istri yang soleha. amin



Mengapa Islam Melarang Poliandri?



 LOGIKANYA begini, coba bayangkan sebuah botol minuman dan empat gelas. Isi botol itu jika dituangkan dalam empat gelas itu, rasa minuman itu akan tetap sama di botol manapun. Mendeteksinya pun mudah. Jika botol berisi air putih, maka gelas-gelas pun akan penuh dengan air putih.

Sekarang, ayo kita balikkan misalnya begini, empat botol berisi minuman berbeda untuk satu gelas. Jika isi semua botol dituangkan pada satu gelas itu, maka gelas akan menghasilkan minuman yang rasanya gado-gado alias tidak jelas.

Begitulah mengapa Allah SWT membolehkan poligami untuk laki-laki tapi melarang poliandri untuk perempuan. Sebagian pihak menganggap itu sebagai bentuk ketidakadilan Allah SWT. Mereka menganggap Allah SWT seolah hanya menguntungkan laki-laki tapi justru merugikan perempuan.

Dan para aktivis perempuan berteriak kencang: poligami adalah ketidakadilan. Kalau memang adil, mestinya poliandri juga diperbolehkan untuk perempuan. Saat poliandri dilarang keras oleh Sang Pencipta, bukan berarti Ia sedang bertindak tidak adil terhadap perempuan. Justru Ia bersikap adil terhadap perempuan. Ia menempatkan perempuan di tempat yang layak tidak boleh poliandri.

Sebab jika perempuan berpoliandri, maka perempuan akan menjatuhkan harkat keperempuanannya sendiri. Perempuan umumnya cenderung hanya mencintai seorang lelaki. Perempuan biasanya tak kan sudi cintanya diduakan. Karena itulah, umumnya perempuan tidak rela sang suami berpoligami.

Dengan demikian, jika perempuan berpoliandri, ia pun seolah berusaha menghapus fitrah kewanitaannya. Bayangkan, betapa merepotkannya untuk menentukan siapa ayah anak dari seorang perempuan yang berpoliandri. Setiap kali anak lahir, harus dilakukan tes DNA dulu. Akan terjadi kekacauan nasab saat terjadi poliandri.

Karena itu pula, anak yang terlahir dari seorang ibu yang melakukan hubungan seksual dengan banyak laki-laki, akan mengalami beban psikologis, moral, dan hukum. Meski secara medis melalui test DNA, bisa ditentukan lelaki yang membuahi, tapi menetapkan status hukum ayah bukanlah hal yang mudah. Begitu pula dengan pembagian warisnya yang tentunya akan sulit dan rumit luar biasa.
Axact

CYBER TAUHID

Blog ini dibuat untuk mengcounter propaganda musuh musuh Islam dari dalam maupun dari luar, bagi antum yang peduli silakan sebarkan artikel yang ada di blog ini. In Shaa Alloh kami dapatkan berita dari sumber yang terpercaya.NO HOAX

Post A Comment:

0 comments:

tes