PANJIMAS.COM – Memasuki bulan Desember, situasi umat beragama selalu diramaikan dengan kontroversi Natal (Christmas/Xmas), hari raya kristiani yang memperingati hari kelahiran Yesus yang mereka anggap sebagai Tuhan dan juru selamat. Dengan kata lain, Natal adalah hari ulang tahun kelahiran Tuhan versi Kristiani.
Agar diwaspadai, di kalangan masyarakat, Natal kerap diboncengi misi kristnisasi. Untuk memeriahkan Natal, mereka menarik massa umat Islam dengan kedok pembagian sembako. Pembagian sembako ini diserahkan tepat pada perayaan Natal.
Meski para ulama sudah memfatwakan haramnya merayakan Natal bagi umat Islam, tapi berbagai syubhat selalu dikembangkan agar umat Islam larut dan berpartisipasi dalam hari raya umat Kristen. Argumen klasiknya adalah demi toleransi, Natal adalah hubungan sesama manusia yang tidak ada kaitannya dengan akidah, dan sebagainya.
Belum lama ini, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Dirjen Bimas Islam Kemenag), Machasin membuat umat Islam gusar. Pasalnya, ia mengatakan umat Islam boleh saja mengenakan atribut Natal. Bahkan untuk kepentingan bisnis sekalipun. (Baca: Astaghfirullah, Kemenag Bolehkan Muslim Pakai Atribut Natal demi Kepentingan Bisnis)
Itulah statemen orang yang mengalami keterbelakangan iman yang buta sejarah. Bila dicermati, seluruh argumen yang membolehkan Natalan itu dibangun di atas kemunafikan dan logika yang rapuh.
Pertama, merayakan Natal Yesus tanggal 25 Desember adalah kemunafikan, karena para sejarawan dan teolog Kristen sendiri telah konsensus bahwa Yesus tidak mungkin lahir tanggal 25 Desember. Bahkan berbagai buku dan ensiklopedi Kristen pun mengakui bahwa Yesus mustahil dilahirkan pada tanggal 25 Desember.
Ralph O. Muncaster, pendeta dari gereja Saddleback dalam bukunya ‘What Really Happened Charistmas Morning’ menolak pendapat bahwa Yesus lahir pada tahun 1 Masehi dengan merujuk kepada pendapat para ahli lainnya. Menurut Josephus (sejarawan Yahudi), Yesus lahir pada tanggal 14 Maret tahun 4 Sebelum Masehi. Berdasarkan observasi astronomis Johannes Kepler, Yesus lahir tahun 7 Sebelum Masehi. Sedangkan Tertulian, Irenaeus, Eusebius (bapak gereja) berpendapat bahwa Yesus lahir pada tahun 2 Sebelum Masehi.
Dr. J.L. Ch. Abineno dalam Buku Katekisasi Perjanjian Baru menegaskan bahwa 25 Desember bukan tanggal kelahiran Yesus. Karena berdasarkan ayat Bibel, Yesus dilahirkan antara bulan Maret atau April dan bulan November (hal. 14).
Jika Yesus tidak lahir 25 Desember, maka orang yang memperingati kelahiran Yesus tanggal 25 Desember adalah melestarikan kemunafikan dan pengingkaran sejarah. Yesus tidak akan senang jika ultahnya dirayakan pada hari yang salah.
Kedua, Natal adalah tradisi kafir (paganisme). Tanggal 25 Desember adalah hari kelahiran (natal) dua dewa terkemuka pada masa purba, yaitu perayaan kelahiran Dewa Matahari bangsa Roma yang dikenal dengan perayaan Solis Invictus (matahari yang tak terkalahkan) dan Dewa Mithras (dewa matahari kebenaran dan kebijakan). Perayaan ini sangat berpengaruh dalam kebudayaan dan keagamaan di kekaisaran Romawi, sejak abad ke-10 hingga 7 sebelum Yesus lahir (Sebelum Masehi).
Pada abad ke-4 Masehi, Gereja Katolik mencaplok 25 Desember sebagai Natal Yesus Kristus untuk menggeser pesta kafir tentang perayaan kelahiran dewa, diganti sebagai natal Yesus sang pembawa terang. Dengan inkulturasi seperti ini, mereka berharap agar para paganis dengan mudah beralih menjadi penganut Kristen.
Untuk stabilitas politik dan agama di kekaisarannya, Kaisar Constantin Agung (Constantine The Great) berusaha mengkonversi Kristen sebagai agama negara, dengan mengadopsi kepercayaan masyarakat (termasuk tradisi Natal) agar pengikutnya tetap menjadi Kristen dan nilai-nilai kekristenan bisa diterima dengan baik tanpa konflik. Ia memperkenalkan tradisi Natal pertama kali di Roma tanggal 25 Desember 336 yang menggabungkan tradisi penyembahan matahari dalam Mithraisme dengan tradisi perayaan kelahiran Yesus dalam Kristen. Sejak saat itulah 25 Desember diadopsi perlahan-lahan untuk merayakan Natal kelahiran Yesus. Otomatis, latar belakang Mithraisme pada perayaan Sol Invictus masih melekat. Misalnya, matahari yang disembah dalam perayaan Sol Invictus, diganti dengan simbol bahwa Yesus adalah Sang Matahari Kebenaran Penerang Dunia.
Jika 25 Desember adalah hari kelahiran dewa pagan, pasti Yesus murka terhadap orang yang melecehkan dirinya dengan menjadikan tanggal ini sebagai hari ulang tahun Yesus.
Ketiga, Natal adalah ritual ibadah dan manifestasi iman, bukan sekedar seremonial.
Dalam Pesan Natal Bersama 2013 yang dirilis Persekutuan Gereja-Gereja Di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), ditegaskan bahwa Natal sangat berkaitan dengan doktrin ketuhanan Yesus. Karena Natal adalah hari besar yang dirayakan dalam rangka memperingati Yesus yang mereka imani sebagai tuhan dan juruselamat. Berikut kutipannya:
“Saudara-saudari terkasih, segenap umat Kristiani Indonesia. Salam sejahtera dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus. Kita kembali merayakan Natal, peringatan kelahiran Yesus Kristus Sang Juruselamat di dunia. Perayaan kedatangan-Nya selalu menghadirkan kehangatan dan pengharapan Natal bagi segenap umat manusia, khususnya bagi umat Kristiani di Indonesia… Dia digelari “Allah yang Perkasa”, karena dalam Diri-Nya seluruh kepenuhan keallahan akan berdiam secara jasmaniah.”
Keempat, dalam pandangan akidah, doktrin Natal yang diimani oleh umat Kristen itu adalah kemungkaran yang besar. Meyakini Nabi Isa adalah tuhan adalah sebuah bentuk kekafiran yang nyata (Qs. Al-Ma‘idah 72). Hampir-hampir langit pecah karena doktrin Kristen yang batil itu (Qs Maryam 88-92).
Terhadap kebatilan dan kemungkaran, Islam mengajarkan prinsip nahi munkar (melarang kemungkaran). Rasulullah bersabda: “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya, apabila tidak mampu, hendaklah ia mencegah dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu, hendaklah ia mencegah dalam hati, dan ini adalah selemah-lemah iman”.
Muslim seharusnya mencegah kemungkaran Natal, bukan malah mendukung dan memberi ucapan selamat. Karena mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani yang meyakini dan merayakan kelahiran tuhan mereka berarti mengucapkan selamat atas kekafiran mereka.
Kelima, toleransi kepada umat agama lain tidak perlu dilakukan dengan mendukung keyakinan mereka dalam bentuk ucapan, perbuatan dan penampilan. Umat Islam harus keberatan mengucapkan Selamat Natal Yesus yang esensinya adalah pengakuan terhadap doktrin ketuhanan Yesus. Sebagaimana umat Kristen juga keberatan mengucapkan selamat Maulid Nabi Muhammad sang nabi pamungkas dan penutup para nabi.
Keenam, baik dalam Alquran-hadis maupun Bibel, Tuhan tidak pernah memerintahkan manusia untuk merayakan Natal hari ulang tahun kelahiran Yesus. Orang-orang Kristen pada abad pertama yang mendapat pengajaran dari Petrus, Paulus dan rasul-rasul yang lain tidak pernah memperhatikan hari Natal. Paulus tidak pernah memperhatikan hari Natal. Yohanes pun tidak pernah memperhatikan hari Natal. Tidak ada hari Natal pada saat itu! Nabi Muhammad dan para shahabat juga tak pernah merayakan Natal maupun memerintahkan perayaan Natal. Sama sekali tidak ada dasar untuk memperhatikan Natal. [AW/Ahmadhizbullah, SI]
Post A Comment:
0 comments:
tes