Beritaterheboh.com - Wasekjen Partai Demokrat (PD) Andi Arief menantang Presiden Joko Widodo memberikan sebelah matanya untuk penyidik senior KPK, Novel Baswedan, yang menjadi korban penyiraman air keras. PDIP mengungkit peristiwa Kudatuli (Kerusuhan 27 Juli) yang dinilai ada keterlibatan Ketum PD, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Terus gimana mengganti ratusan korban Kudatuli yang mati dan hilang, yang Ketum PD somehow harus bertanggung jawab juga kalau pakai logika dia," kata Sekretaris Badan Pelatihan dan Pendidikan DPP PDIP, Eva Kusuma Sundari kepada wartawan, Senin (31/12/2018).


Peristiwa Kudatuli terjadi pada 27 Juli 1996. Saat itu terjadi perebutan paksa kantor PDI di Jl Diponegoro, Jakarta Pusat. Dilaporkan 5 orang meninggal dunia, 149 orang luka-luka, serta 136 orang ditahan dalam peristiwa itu.

SBY kemudian dituding terlibat dalam tragedi Kudatuli. SBY yang kala itu menjabat sebagai Kepala Staf Komando Daerah Militer Jaya disebut sebagai orang yang memberikan perintah untuk menduduki kantor PDI.

Tidak hanya menyinggung SBY, Eva juga mengungkit peristiwa penculikan 1998 yang disebut-sebut melibatkan capres Prabowo Subianto. Prabowo kala itu dikatakan memerintahkan Kopassus untuk menghilangkan paksa sejumlah aktivis 1998.

"Lalu gimana Pak Prabowo mengganti aktivis yang diculik pasukan Mawar dan sampai sekarang masih hilang? Aktivis HAM kok pakai logika kekuasaan untuk atur negara," tuturnya.

Ia pun mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Eva meminta publik percaya kepada polisi dalam mengungkap kasus Novel.

"An eye for eye ini hanya ada di James Bond, bukan negara hukum. Ini negara hukum. Percayakan pada Kabareskrim, kita dukung dengan memberi info-info yang diperlukan untuk penyidikan reskrim," tegas Eva.


Andi Arief menantang Jokowi untuk memberikan sebelah matanya untuk Novel Baswedan, karena sampai saat ini pelaku terornya belum terungkap. Menurut Andi, percuma Jokowi punya mata tapi tak mampu menuntaskan kasus penyiraman air keras terhadap Novel.

Pernyataan Andi ditanggapi Kabareskrim Komjen Arief Sulistyanto. Arief menyatakan penerapan hukum harus sesuai ketentuan, tak bisa dilakukan sembarangan.

Cepat lambatnya pengungkapan perkara, lanjut Arief, sangat tergantung pada modus operandi, kecukupan alat bukti, barang bukti, petunjuk di TKP dan saksi-saksi yang menentukan tingkat kesulitan pengungkapan. Arief menambahkan bagi siapa saja yang memiliki informasi berkaitan dengan peristiwa penyerangan Novel Baswedan, maka penyidik akan terbuka untuk menerima informasi itu.

"Dalam kejadian penyerangan yang 'hit & run' memang memiliki tingkat kesulitan tersendiri. Sampai saat ini penyidik masih tetap bekerja untuk mengumpulkan bukti dan informasi. Pengungkapan perkara ini menjadi tanggung jawab penyidik selaku penegak hukum yang memang ditugaskan oleh negara dalam ranah penegakan hukum," ujar Arief. 
(tsa/mae/detik.com)
Axact

CYBER TAUHID

Blog ini dibuat untuk mengcounter propaganda musuh musuh Islam dari dalam maupun dari luar, bagi antum yang peduli silakan sebarkan artikel yang ada di blog ini. In Shaa Alloh kami dapatkan berita dari sumber yang terpercaya.NO HOAX

Post A Comment:

0 comments:

tes