Oleh : Ahmad Dzakirin
Pada akhirnya, Partai Penguasa An Nahdlah, Tunisia memutuskan mundur dari pemerintahan. Selanjutnya, sebagai hasil konsensus dengan seluruh kekuatan politik di parlemen, pemerintahan transisi non partisan dibentuk hingga diselenggarakannya pemilu parlemen dan presiden mendatang.
Ditengah tekanan politik dalam negeri dan ketidakstabilan regional, keputusan mundur dari pemerintah menjadi pilihan sulit namun seksama secara politik. Bagaimanapun minimnya pengalaman, ketidakpastian ekonomi dan turbulensi keamanan regional menyebabkan Hizb Nahdlah tidak mampu mengantarTunisia menjadi kuat dan stabil
Syaikh Rasyid Ghanoussi sepenuhnya menyadari bahwa ditengah proses transisi Tunisia yang labil pasca jatuhnya rejim otoritarian Ben Ali, Hizb An Nahdlah tidak dapat semata mengandalkan dukungan dan legitimasi politik. Namun lebih dari itu, dibutuhkan kinerja dan kemampuan menarik dukungan dari pelbagai elemen politik.
Namun problemnya friksi politik domestik (produk ketidakdewasaan kelompok sekuler) yang sedemikian kuat tidak banyak memberikan pilihan bagi pemerintah melakukan pemulihan ekonomi, ditengah minimnya sumberdaya alam dan ketergantungan kepada sektor pariwisata.
Dan lebih dari itu, implikasi kemenangan An Nahdlah justru mendorong:
Pertama, bangkitnya trend kelompok takfiri (salafi) lokal, seperti Anshar al Syariah yang melakukan intimidasi dan pengadilan jalanan. Mulai dari pembongkaran kuburan, penutupan rumah bordil, bioskop, kafe hingga pembunuhan atas lawan politik. Tidak kurang dua politisi sekuler dieksekusi atas tuduhan penodaan Islam. Insiden ini tidak pelak menimbulkan krisis politik yang mengguncang pemerintahan An Nahdlah.
Kedua, bangkitnya kelompok jihadis regional yang berafiliasi dengan Al Qaeda Afrika Utara pasca jatuhnya rejim Ben Ali. Berbasis di gunung Chaambi, AQIM secara konstan melakukan gangguan keamanan domestik atas pemerintahan Tunisia dan negara-negara tetangga yang dianggap tidak Islami dan korup. 11 dari 29 pelaku penyerangan kilang minyak Aljazair berasal dari Tunisia.
Ketimbang memaksakan kekuasaan atas dasar legitimasi politik, An Nahdlah lebih memilih mundur dan mengambil jalan konsensus demi memulihkan kestabilan politik dan keamanan Tunisia.
"Kita tidak lagi di pemerintah namun kita masih BERKUASA. Dengan menyetujui mundur, maka kita terbukti mendukung transfer kekuasaan dengan jalan damai. Kita telah menempatkan kepentingan Tunisia diatas kepentingan dan pertimbangan lainnya," ungkap Rasyid Ghanoussi di rumahnya yang sederhana.
Ghanoussi memahami dalam politik ada dua variabel yang harus secara seksama dipahami: Pertama, pemahaman yang kuat atas realitas politik yang terjadi (strong grips on realities) dan kedua, tidak pernah menabrak atau melampuai batas kemampuannya. (never cross beyond their limit).
Keputusan yang diambilnya dapat dibaca dalam konteks ini dan dalam sejarah, banyak kemenangan dipetik dari kemampuan 'buying the time'. Dan kemenangan Gerakan Islam adalah kemenangan yang dekat karena competitive advantages yang tidak dimiliki seteru sekuler atau kekuatan politik manapun. Wallahu A'lam.
Post A Comment:
0 comments:
tes