PALESTINE : Selain menumbangkan Turki Utsmani, jauh-jauh hari, Yahudi sudah menyiapkan pemimpin pengganti yang sekuler Untuk mengalahkan musuh, seseorang harus lebih dulu mengenali secara baik siapa musuhnya. Termasuk kepada Zionis-Israel.

“Pada bidang apa saja, supaya bisa mengalahkan musuh, maka perlu ‘know you anemy‘ (ketahuilah siapa musuhmu!). Maka, ketika untuk menjawab apakah bagaimana mengalahkan Yahudi, maka wajib mengetahui terlebih dahulu hakikat Yahudi,” demikian disampaikan cendekiawan yang juga penulis buku-buku Islam, Dr. Adian Husaini dalam Kajian Rutin Majelis Malam Rabu, Selasa (19/12/2017) menyampaikan topik: “Bagaimana Mengalahkan Yahudi?: Belajar dari Pengalaman Yahudi di Turki Utsmani.”

Bagi alumni  International Institute of Islamic Thought and Civilization-International Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM) ini, mempelajari Yahudi memang menarik. Bagaimana bangsa yang kecil mungil ini bisa menguasai di dunia? Padahal dalam doa kita sering mengucapkan ‘ihdinash shirathal mustaqim!’ (tunjukilah kami jalan yang lurus; bukan jalan Yahudi dan Nashrani).

Bahkan di Surat Al-Baqarah, juga menceritakan, kerakusan, materialisme, ketamaan, kecintaan mereka terhadap dunia, dan kengeyelan Yahudi; dan salah satu sifat Yahudi yang menonjol hingga sekarang adalah rasisnya.

Baca: Bani Israel, Ahlul Kitab, Yahudi dan Zionis
Di sisi lain, Yahudi adalah kaum yang suka berkhianat. Nabi Musa ‘alaihis salam pernah dikhianati. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,  Piagam Madinah, serta kebaikan umat Islam yang menyelamatkan mereka dari pembantaian Kristen di Eropa pun dikhianati. Bahkan, mereka bersekutu dengan Kristen untuk meruntuhkan Turki Utsmani dan mendirikan negara Yahudi. Dengan latar belakang demikian, mengapa Yahudi bisa mendominasi dunia?

Mengingat betapa pentingnya masalah studi tentang Yahudi,  Adian berharap ke depan ada kajian atau pusat studi khusus di Indonesia mengenai Yahudi, Judaisme, dan zionisme.

“Sebab, permasalahan mengenai Yahudi, negara Israel tidak hanya berkaitan dengan keruntuhan Turki Utsmani pada 1924, masalahnya sebenarnya lebih subtansial daripada sekadar permukaan. Nah, mereka bisa mendominasi dunia, titik baliknya adalah pada Zionisme.”

Menurut kolumnis Catatan Akhir Pekan di hidayatullah.com ini, sebenarnya berdasarkan keputusan Majelis Umum PBB 1975, Zionisme adalah negara rasis.

Hanya saja,  di PBB, keputusan Majelis Umum tidak mengikat. Yang bisa efektif adalah Dewan Keamanan PBB, yang anggotanya cuma  15, dan 5 negara punya hak veto (di antaranya adalah: Amerika dan Israel).  Kalau salah satu negara mengambil hak veto, maka keputusan gagal.

Mengenai bahaya negara Israel, pendapat Dr. Israel Shahak diangkat kembali oleh Dr. Adian, di mana dikatakan, “In my view, Israelas a Jewish state constitutes a danger not only to itselfand its inhabitants, but to all Jew and to all other peoples and states in the Middle East and beyond.  Intinya, bahwa negara Israel bukan hanya merupakan bahaya bagi Yahudi, tapi juga seluruh negara di Timur Tengah.

Ada sisi menarik yang perlu dicermati bagi gerakan Zionisme ini. Jumlah Yahudi pada tahun 1906 hanya 1, 24 persen, tapi bisa menggulingkan Turki Utsmani. Apa sebabnya?

“Orang Yahudi menggunakan pemberontakan cerdas (smart rebellion). Mereka tidak pakai teriak-teriak, itulah hebatnya dan kecerdikan mereka. Berbeda dengan negara-negara lain yang ingin merdeka dari Turki seperti Armenia dan lain-lain,” tambah Adian.

 Tidak berlebihan jika Mahatir Muhammad, dalam pidatonya pernah menyinggung bahwa Yahudi itu berpikir, kalau mau menang lawan Yahudi harus mikir juga.

“Nah, inilah salah satu kelebihan mereka yang perlu kita pelajari.”

Adian yang juga menulis tesis “Pragmatisme Politik Luar Negeri Israel” ini mengisahkan tokoh penting gerakan Zionisme,  Theodore Herzl untuk mewujudkan mimpi berdirinya negara palsu bernam Israel.

Herzl, kala itu melobi Kaisar Austria Wilhelm II  yang merupakan sahabat Sultan Hamid II.  Waktu itu kondisi Yahudi lagi kaya-kayanya sedangkan Turki menjadi “Sick Man”.

Menariknya, secara tegas Sultan Hamid II  menjawab, “Jika Mr. Herzl sebagaimana kamu juga mau menjadi temanku, maka nasihati dia, agar jangan mengambil langkah lagi untuk masalah ini. Saya tidak dapat menjual, walaupun sejengkal dari tanah ini (Palestina), yang bukan menjadi milikku, tetapi milik rakyatku. Rakyatku telah memenangkan empire ini dengan bertempur untuknya, dengan mengucurkan darah mereka, dan telah menyuburkan tanah ini dengan darah mereka.”

Tidak lama setelah itu, karena Sultan bersikeras dengan pendapatnya, maka dicitrakan sebagai Sultan yang absolut dan disebut sebagai generasi tua. Sehingga membuat Herzl mencari alternatif lain, dengan menggaet para pemuda.

Pada April tahun 1909, Sultan berhasil dicopot. Yang menyerahkan suratnya adalah Emmanuel Carasso (Yahudi) dan Aram (Armenia).

Untuk menumbangkan Sultan Abdul Hamid II, isu yang diangkat Yahudi adalah masalah kebebasan. Sultan diposisikan anti kebebasan, otoriter, nepotisme, dan dicap sebagai golongan tua (kolot). Sebenarnya, kala itu Sultan Hamid sempat melarang melalui kebijakan resmi imigrasi Yahudi ke Palestina, tapi itu tidak efektif. Banyak pejabat yang bisa disogok.

“Yang perlu digarisbawahi, ketika Sultan Abdul Hamid jatuh, sudah siap satu lapis generasi baru yang berpikiran materialistis sekuler.”

Ternyata mereka bukan muncul begitu saja. Mereka itu generasi yang sudah disiapkan jauh-jauh hari, kata Adian.

“Jadi Yahudi meskipun berjumlah kecil mereka cerdik,” tuturnya. “Saat mau mendirikan negara di Palestina, mereka tidak perlu teriak-teriak, koar-koar, tapi dengan jalan senyap. Mereka sudah menyiapkan terlebih dahulu generasi pemimpin yang akan datang.”

Yang menjadi pertanyaan kemudian: kenapa yang disokong oleh Yahudi justru gerakan Turkis Nationalism? Jawabannya sangat jelas, supaya Palestina bukan bagian dari Turki Utsmani. Karena secara nasionalisme, Palestina adalah bangsa Arab, bukan Turki. Demikianlah kondis Turki Utsmani saat itu.

“Jadi, kalau kita bicara negara, jangan hanya membahas hardware-nya saja, tapi juga software-nya. Jangan fokus pada keruntuhan Turki, tapi pelajarilah sebelumnya apa yang terjadi. Mengapa kekhilafaan tidak efektif lagi,” tambahnya menekankan.

 Dari peristiwa keruntuhan Utsmani, penulis buku Wajah Peradaban Barat ini mengambil hikmah yang bisa dihayati.

Katanya, “Turki Utsmani bisa digulung dari dalam melalui gerakan pemikiran. Ada ide yang ditanamkan di loji-loji freemasonry. Saat generasi tua gagal disekulerkan, maka mereka akan menyiapkan generasi muda yang tersekulerkan. Generasi inilah yang tampil di berbagai lini kepemimpinan.”
Karena itu, Adian ingat peringatan Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam mengingatkan mengenai konteks Yahudi, perlu dicermati kembali:

“Sesunguhnya kalian akan mengikuti kebiasaan umat-umat sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sedepa demi sedepa, sehingga seandainya mereke masuk lubang Dhab (sejenis kadal) niscaya akan kalian ikuti, para sahabat bertanya, ‘Ya Rasulullah (maksudmu) orang-orang Yahudi dan Nasrani?’  (jawab Rasulullah), ‘Siapa lagi.’” (HR. Bukhari, Muslim).

Ini berarti, umat Islam akan mengikuti budaya mereka. “Budaya itu kan cara berpikir, bertindak, berperilaku orang-orang sebelum kalian,” paparnya. Walaupun salah, jejak mereka akan diikuti. Makanya, umat Islam harus hati-hati dalam masalah ini.

Sebagai kesimpulan, Ustadz Adian berkata, “Kaum Zionis Yahudi di Turki Utsmani berperan penting dalam menyiapkan pemimpin-pemimpin baru bagi Turki Modern yang berpendidikan materialisme-sekuler dan sekuler. Mereka sudah disiapkan, bukan sekadar menumbangkan. Siapa yang akan tampil sudah disiapkan.” Karenanya, umat perlu menyiapkan generasi Islam ke depan jika ingin bangkit kembali.*/kiriman Mahmud Budi Setiawan

Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar
Axact

CYBER TAUHID

Blog ini dibuat untuk mengcounter propaganda musuh musuh Islam dari dalam maupun dari luar, bagi antum yang peduli silakan sebarkan artikel yang ada di blog ini. In Shaa Alloh kami dapatkan berita dari sumber yang terpercaya.NO HOAX

Post A Comment:

0 comments:

tes