KIBLAT.NET – Paska revolusi Iran, paham syiah secara resmi dianut oleh sebuah sistem atau negara. Dari sanalah kita melihat pemerintah Iran begitu getol mengeskpor pemikirannya ke negeri lain, tak terkecuali Indonesia. Sangat panjang jika kita ingin mengulas sejarah masuknya syiah ke Indonesia. Yang jelas, revolusi yang dimotori Ayatullah Khomeini telah memberikan angin segar masuknya ideologi syiah ke tanah Indonesia.

Jika sebuah ideologi diemban negara, hasilnya memang luar biasa. Contohnya, syiah Iran secara konsisten memberikan sokongan kuat sampai akhirnya ideologi syiah tersebar. Cara yang mereka gunakan begitu halus hingga tanpa disadari. Mereka hijrah ke Indonesia, bergaul layaknya pribumi. Mereka berbaur menikahi orang-orang setempat, melakukan rekrutmen kader keluarga sebagai institusi strategis guna mempergemuk jumlah penganut syiah.

Kita tentu masih ingat betul album shalawat Haddad Alwi dan Sulis yang sangat laris di pasaran. Padahal, dalam bait lagu tersebut nuansa syiah begitu kentara. Saking larisnya, album tersebut diliris hingga beberapa volume. Kemunculan Haddad Alwi di dunia musik religi saat itu seolah memberikan tes dini sejauh mana tingkat “kepolosan” masyarakat Indonesia untuk menerima syiah. Atas sambutan baik konsumen muslim Indonesia, nama Haddad Alwi kian melambung di kancah industri musik religi. Dan, syiah Indonesia nampak mulai percaya diri.

Kerja keras syiah dinilai berhasil karena dukungan finasial pemerintah Iran yang sangat serius. Misalnya, penggalakkan beasiswa kepada kaum pelajar. Sementara, lembaga penerbitan dan pendidikan milik syiah juga sangat tinggi produktifitasnya.

Syiah Indonesia telah lama memiliki laboratorium pemikiran melalui lembaga-lembaga formalnya. Kalau di antara kadernya ada yang ingin menyalurkan intelektualitas pemikiran syiah tinggal lempar ke penerbit Mizan, maka buku-buku siap didistribusikan. Begitupun dengan pendidikan, sekolah-sekolah syiah tersebar di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Depok dan Makasar.

Bagi kaum ahlussunnah di Indonesia, ekspansi ideologi dan perkembangan syiah tentulah mengkhawatirkan. Terlebih, kelompok syiah secara terbuka telah memperlihatkan jati dirinya. Tokoh-tokoh syiah Indonesia ada yang telah berhasil masuk ke dalam parlemen dan lembaga-lembaga pemerintah lainnya. Atas dasar inilah, sebagian kalangan berpikir wacana menghalau pemikiran syiah harus melalui perjuangan parlemen pula.

Parlemenkah solusi syiah?
Perlu dievaluasi bersama masuknya syiah ke tubuh kaum muslimin khususnya di Indonesia sebuah bentuk “kecolongan”. Inilah indikasi dakwah kita belum maksimal dalam menjaga kejernihan aqidah. Orang-orang yang tersyiahkan, awalnya tentu tidak menyadari kalau mereka dicekoki dan akhirnya mereka terlanjur masuk ke dalam ajaran syiah. Berarti, hal ini membuktikan bahwa tingkat pemahaman kaum muslimin terhadap aqidah Islamiyah terbilang lemah.

Permasalahan utama ajaran syiah terletak pada kesesatan pemikirannya. Hal ini yang membuat gagasan pendekatan (taqrib) antara sunni-syiah tidak akan terjadi. Finalnya, masalah syiah bukan sebatas melegitimasi syiah sesat. Selama ini syiah berlindung atas nama payung demokrasi. Sehingga, perjuangan melalui parlemen akan sangat sulit karena berbenturan dengan azas kebebasan berkeyakinan. Sampai saat ini, kita pun tidak tahu “jenis kelamin” kebebasan dalam bingkai sistem demokrasi. Apalah artinya melegitimasi syiah sesat, tapi kita dihadapkan pada kenyataan bahwa syiah masih tetap legal untuk menganut ajarannya.

Menghapus aqidah dari benak manusia tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi, sejarah kemunculan syiah bukan dalam rentang waktu yang sebentar, mereka sudah beribu-ribu tahun memelihara eksistensinya. Sehingga, mengatasi syiah memang tidak bisa dilakukan dengan cara yang instan, namun ini bagian tanggung jawab kita sebagai muslim untuk meluruskan aqidah masyarakat yang telah dijauhkan dari ajaran Islam yang lurus. Sama halnya seperti kasus Ahmadiyah, hanya saja kerja dakwah akan menjadi berat ketika dakwah tidak diemban negara, apalagi sponsor utama syiah adalah sebuah negara kuat sekelas Iran.

Melawan sistem haruslah dengan sistem. Sementara, Indonesia masih belum menjadikan syariat Islam diformalisasikan ke dalam sebuah negara. Padahal, proyek dakwah berskala besar ada di pundak penguasa, penguasa bertanggung jawab memastikan keadaan umat agar “sehat” dari perbagai pengaruh pemikiran di luar Islam.

Maka, tindakan yang paling minimal dapat dilakukan oleh kaum muslimin di Indonesia dalam membentengi aqidah umat dari bahaya ideologi syiah adalah dengan cara menjelaskan fakta-fakta dan hakikat agama syiah yang sesungguhnya. Penyimpangan ajaran syiah dari Islam sangat mudah ditemukan dalam kitab-kitab induk mereka sendiri.

Walhasil, bukankah tidak diembannya dakwah oleh negara menjadikan syiah dengan mudah dan leluasa mengaburkan aqidah umat? Ataukah kita masih berharap sistem parlemen ala demokrasi akan memberikan solusi? Wallahu ‘Alam.

Oleh Anastasia, Alumni Pendidikan Bahasa Jerman UPI Bandung
Axact

CYBER TAUHID

Blog ini dibuat untuk mengcounter propaganda musuh musuh Islam dari dalam maupun dari luar, bagi antum yang peduli silakan sebarkan artikel yang ada di blog ini. In Shaa Alloh kami dapatkan berita dari sumber yang terpercaya.NO HOAX

Post A Comment:

0 comments:

tes